Kamis, 17 Desember 2009

Putusan Dan Proposisi

  1. 1. Apa itu Putusan dan Proposisi?

Setelah kita menyelidiki unsur fundamental dari penalaran, yaitu pengertian sebagai kegiatan mental dan term sebagai ekspresi verbalnya, sekarang kita berusaha menyelidiki unsur kedua dari penalaran, yaitu putusan sebagai kegiatan mental yang diekspresikan secara verbal dalam proposisi.
Dalam akal budi – terutama dalam rangka penalaran – suatu pengertian selalu dirangkaian dengan pengertian yang lain sedemikian rupa sehingga pengertian yang satu mengakui atau mengingkari tentang pengertian yang lain. Rangkaian pengertian berupa pengakuan/pengingkaran itulah yang disebut putusan. Dengan demikian jelaslah bahwa pengertian selalu terkandung dalam suatu putusan.
Putusan adalah pengakuan atau pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain, yang berlangsung di dalam akal budi. Sebagai contoh, apabila sewaktu kuliah berlangsung seorang mahasiswa berpikir “Logika adalah ilmu yang sulit” tanpa menyatakan apa yang dipikirkannya itu dengan kata-kata, maka mahasiswa tersebut membuat suatu putusan, karena dalam akal budi ia telah mengakui pengertian “ilmu yang sulit” tentang “logika”. Apabila kemudian ia menyatakan apa yang dipikirkannya itu kepada teman di sebelahnya, maka ia tidak hanya telah membuat suatu putusan, tetapi ia telah juga mengungkapkan putusan itu dalam sebuah proposisi. Dengan demikian proposisi dapat kita rumuskan sebagai pernyataan yang didalamnya manusia mengakui atau mengingkari sesuatu tentang sesuatu yang lain.
Di antara kegiatan-kegiatan akal budi manusia, putusan adalah kegiatan budi yang paling penting. Sebab dalam putusan suatu pengertian ditegaskan atau diingkari tentang pengertian yang lain. Dengan demikian putusan yang diekspresikan secara verbal dalam proposisi menyatakan apakah sesuatu diakui tentang sesuatu yang lain (afirmasi) atau sesuatu diingkari tentang sesuatu yang lain (negasi). Maka dengan proposisi (sebagai ekspresi verbal dari putusan) kita dapat menentukan kebenaran atau kekeliruan secara formal.


  1. 2. Unsur-unsur proposisi

Suatu proposisi selalu menyatakan pengakuan atau pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain. Oleh karena itu dalam suatu proposisi selalu terdapat tiga unsur berikut ini:

(a) Term subyek     :  hal yang tentangnya pengakuan atau pengingkaran ditujukan. Term subyek dalam sebuah proposisi disebut subyek logis. Ada perbedaan antara subyek logis dengan subyek dalam sebuah kalimat. Tentang subyek logis harus ada penegasan/pengingkaran sesuatu tentangnya;
(b) Term predikat   :  isi pengakuan atau pengingkaran itu sendiri (apa yang diakui atau diingkari). Term predikat dalam sebuah proposisi adalah predikat logis yaitu apa yang ditegaskan/diingkari tentang subyek; dan
( c ) Kopula             :  penghubung antara term subyek dan term predikat dan sekaligus memberi bentuk (pengakuan atau pengingkaran) pada hubungan yang terjadi. Jadi fungsi kopula ada tiga: (a) untuk menghubungkan subyek dan predikat; (b) untuk menyatakan subyek itu sungguh-sungguh berada/exist; dan ( c ) untukj menyatakan cara mana subyek berada.

Setiap proposisi selalu mengandung ketiga unsur tersebut di atas. Itulah sebabnya, meskipun setiap proposisi selalu, berupa kalimat adalah proposisi. Dalam logika sebuah kalimat adalah proposisi apabila isi kalimat tersebut sanggup menjadi benar atau salah. Contoh-contoh berikut: “Selamat Hari Ulang Tahun” dan “Semoga umur panjang” adalah kalimat tetapi bukan proposisi, karena kalimat-kalimat tersebut dari segi isinya tidak dapat dibenarkan. Hal yang sama berlaku juga untuk kalimat perintah atau kalimat tanya. Jadi kalimat-kalimat harapan, tanya, perintah, dan keinginan (desideratif) tidak ada pengakuan atau pengingkaran sesuatu tentang sesuatu yang lain. Oleh karena itu kalimat-kalimat tersebut tidak dapat disebut proposisi. Hanya kalimat berita (informatif) adalah proposisi.
Hal lain yang perlu diingat ialah bahwa dalam bangsa Indonesia kopula dalam suatu proposisi tidak selalu dinyatakan secara eksplisit. “Amir nakal” adalah proposisi, karena nakal (term predikat) diakui tentang Amir (term subyek), meskipun kedua term tersebut tidak dihubungkan secara eksplisit oleh kopula. Hal ini kiranya semakin jelas ketika kita membahas tentang “proposisi kategoris standar” di bawah kelak.


  1. 3. Klasifikasi Proposisi Menurut Sifat Pengakuan atau Pengingkarannya

Menurut sifat pengakuan atau pengingkaran yang terkandung di dalamnya, proposisi dapat diklasifikasikan menjadi:
(a)   Proposisi kategoris, yaitu proposisi yang sifat pengakuan atau pengingkaran yang terkandung di dalamnya adalah “tanpa syarat”. Dalam kenyataannya, proposisi kategoris dapat berupa proposisi kategoris dengan keterangan modalitas seperti “pasti”, “mungkin”, “mustahil”, dan sebagainya; dan proposisi kategoris tanpa keterangan modalitas.
(b)   Proposisi hipotesis, yaitu proposisi yang sifat pengakuan atau pengingkaran yang terkandung di dalamnya adalah “dengan syarat”. Proposisi hipotesisi berdasarkan syarat yang di dalamnya dibagi menjadi:
-         proposisi hipotesisi kondisional (jika ….,
maka … / Jika dan hanya jika … maka …);
-         proposisi disyungtif ( … atau …/ atau …
atau … = … atau …, salah satu);
-         proposisi konyungtif (tidak sekaligus …..
dan ……).


Dalam diktat ini proposisi hipotesis hanya akan kita singgung sewaktu kita membicarakan silogisme (Bab V); karena itu untuk selanjutnya apabila dalam bab IV ini kita menemukan kata “proposisi” hendaknya hal itu selalu dimengerti sebagai proposisi kategoris. Pada umumnya proposisi kategoris yang kami kemukakan di sini adalah proposisi kategoris tanpa keterangan modalitas. Hal ini penting untuk dicatat guna menghindari kesalahpahaman. Sebab apa yang kami lakukan semata-mata karena keterbatasan waktu dan karena pada kenyataannya lebih sering jenis proposisi itulah yang kita temukan dalam sehari-hari.

  1. 4. Proposisi Kategoris Standar

Proposisi kategoris yang dipakai standar dalam logika Aristoteles dikenal sebagai proposisi kategoris standar. Proposisi kategoris standar adalah proposisi kategoris yang dirumuskan dalam bentuk kalimat berita (informatif) dan di dalamnya terkandung pengakuan atau pengingkaran sesuatu (term predikat) tentang sesuatu yang lain (term subyek); serta baik term subyek dan term predikatnya menunjuk pada suatu substantif (dalam bahasa berupa kata benda) dan kedua term itu dihubungkan oleh kopula dalam pola susunan “S = P” atau “S # P”. Contohnya : “Musang (term subyek, kata benda) adalah (kopula) binatang (term predikat, kata benda)”. Bentuk ini adalah bentuk proposisi kategoris yang dipakai sebagai standar dalam sistem Aristoteles. Proposisi-proposisi kategoris yang berbeda bentuknya harus dikembalikan kepada bentuk proposisi kategoris standar ini. ada 4 kemungkinan penyimpanan dari bentuk standar ini yaitu:

(a) proposisi kategoris yang predikatnya tidak berupa substantif, tetapi berupa kata sifat; seperti : “Mobil itu bagus”, “kulitmu hitam”, dan lain-lain. Untuk mengubah proposisi kategoris yang demikian itu menjadi berbentuk standar, substansi yang memiliki sifat yang bersangkutan harus disebutkan. Dengan perubahan tersebut, proposisi di atas dapat dijadikan proposisi kategoris standar sebagai berikut: “Mobil itu adalah mobil yang bagus”, “Kulitmu adalah kulit yang berwarna hitam”.

Kadang-kadang subyek kategoris standar seolah-olah tidak berupa substantif, tetapi hanya berupa kata sifat ; misalnya : “Merah adalah berani”, “Ramah-tamah sangat terpuji”. Sesungguhnya subyek dari kedua proposisi di atas bukanlah kata sifat dalam arti yang sebenarnya, melainkan berupa substantif karena yang dikatakan di situ adalah hal “merah” dan “ramah-tamah” itu sendiri, yang apabila kita kembalikan pada proposisi kategoris standar, proposisi itu akan menjadi:” Warna merah adalah warna yang menunjuk pada sifat berani”, “Sifat ramah-tamah adalah sifat yang terpuji” (perhatikan : sifat ramah-tamah bukanlah kata sifat, melainkan substantif).

(b) Proposisi yang tidak mengikuti pola susunan “S = P” atau “S # P”; misalnya: “Yang mengikuti kuliah itu semuanya mahasiswa fakultas kedokteran”. Bentuknya yang standar adalah “Semua yang mengikuti kuliah itu adalah mahasiswa fakultas kedokteran”.

Proposisi berikut ini juga menyimpang karena susunan dan predikatnya yang menunjukkan kata sifat : “Masih ada gajah liar”. Bentuknya yang standar menjadi : “Sebagian gajah adalah binatang yang masih liar”.
(c)      Proposisi yang term predikatnya berupa kata kerja. Misalnya “Ibu Teresa memperjuangkan nasib jutaan orang miskin”. “Irak menginvasi Kuwait”. Bentuk yang standar dari dua proposisi di atas adalah “Ibu Teresa adalah ibu yang memperjuangkan nasib jutaan orang miskin”, “Irak adalah negara   yang menginvasi Kuwait”.

(d)      Proposisi yang tidak lengkap. Misalnya: (Siapa yang mengambil buku itu?) Sardi ! Seharusnya Sardi adalah orang yang mengambil buku itu.


  1. 5. Kuantitas dan Kualitas proposisi

  1. a. Kuantitas proposisi

Setiap term di dalam proposisi menunjuk kepada seluruh pengertian. Term “manusia”, misalnya, mewakili pengertian “manusia” yang dikenakan pada setiap individu: si Joni, si Barto, si Dina, si Yanti, dan seterusnya. “Manusia” itu bukan hanya si Gudel atau si Iyem, akan tetapi setiap individu yang memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu ciri-ciri yang termuat dalam pengertian manusia. Jadi, pengertian “manusia” itu luasnya adalah universal. Tetapi, dari pembahasan kita mengenai “luas pengertian”, telah kita ketahui bahwa tidak semua pengertian itu luasnya adalah universal. Kita mengenal juga pengertian yang luasnya singular dan partikular (tentang hal itu secara panjang lebar telah kita bahas pada Bab III, butir 3. B).
Dalam hubungan itu, kuantitas sebuah proposisi ditentukan oleh luas term subyeknya. Karena itu, menurut kuantitasnya, proposisi dapat kita bedakan atas:

(a) Proposisi singular    :    proposisi yang subyeknya singular; jadi predikat mengakui atau mengingkari hanya tentang satu hal yang tertentu;
(b) Proposisi partikular:     proposisi yang subyeknya partikular ; jadi predikat mengakui atau mengingkari tentang sebagian dari luas subyeknya (paling sedikit satu tetapi tidak seluruhnya dan tak tentu); dan
( c) Proposisi universal :    proposisi yang subyeknya universal; jadi predikatnya mengakui atau mengingkari seluruh luas subyeknya.


  1. b. Kuantitas proposisi

Sudah kita lihat di atas bahwa dalam suatu proposisi terkandung pengakuan atau pengingkaran sesuatu (term predikat) tentang sesuatu yang lain (term subyek). Dengan demikian menurut kualitasnya, kita dapat membedakan proposisi atas : proposisi afirmatif dan proposisi negatif. Proposisi yang berkualitas afirmatif adalah proposisi yang mengandung pengakuan apa yang menjadi term predikatnya tentang apa yang menjadi term subyeknya. Misalnya: “Anton adalah mahasiswa angkatan ’88, adalah proposisi afirmatif, karena proposisi tersebut mengandung pengakuan “mahasiswa angkatan ’88 tentang “Anton”. Sebaliknya, proposisi yang berkualitas negatif adalah proposisi yang mengandung pengingkaran apa yang menjadi term predikatnya tentang apa yang menjadi term subyeknya. “Kucing bukan binatang yang bertelur” adalah proposisi negatif, karena proposisi tersebut mengandung pengingkaran “binatang yang bertelur” tentang “kucing”.


Catatan:
Sehubungan dengan penentuan kuantitas dan kualitas proposisi ini, untuk mencegah kesalahan, patutlah kita brhati-hati apabila kita menemukan kata “tidak” atau “bukan” di awal suatu proposisi. Jika kita belum terbiasa, ada baiknya kalau terlebih dahulu kita tanyakan apakah proposisi yang dihadapi itu adalah proposisi kategoris standar? Jika tidak ada baiknya kita kembalikan menjadi proposisi kategoris standar. Proposisi “tidak” ada tumbuh-tumbuhan yang biasa berjalan “adalah proposisi berkualitas negatif dan luasnya universal; tetapi proposisi “tidak ada manusia yang tidak mati” adalah proposisi yang berkualitas afirmatif dan luasnya universal. Sedangkan proposisi “tidak semua anjing setia pada tuannya” adalah proposisi yang berkualitas negatif dan luasnya partikular, tetapi proposisi “Tidak semua pencuri tidak mau bertobat” adalah proposisi yang berkualitas afirmatif dan luasnya partikular.


  1. c. Klasifikasi proposisi menurut kuantitas dan kualitasnya

Apabila kita klasifikasikan proposisi sekaligus menurut kuantitas dan kualitasnya, maka pada prinsipnya kita akan mendapatkan 6 (enam) macam proposisi:

(1)   proposisi universal afirmatif,
(2)   proposisi partikular afirmatif,
(3)   proposisi singular afirmatif,
(4)   proposisi universal negatif,
(5)   proposisi partikular negatif,
(6)   proposisi singular negatif.


Apabila kita bandingkan antara proposisi singular di satu pihak, dan proposisi universal dan proposisi partikular di lain pihak, maka kita akan melihat bahwa dalam arti tertentu ada persamaan sifat proposisi singular dengan proposisi universal. Misalnya, dalam proposisi singular “Didi suka makan daging ular”, sesungguhnya “suka makan daging ular” itu dikatakan tentang seluruh luas (bukan sebagian) subyek proposisi bersangkutan, yang kebetulan adalah satu individu dan tertentu. Karena alasan itulah para ahli logika – kecuali dalam hubungan dengan “perlawanan” yang masih akan kita bicarakan – tidak membedakan lambang yang digunakan untuk proposisi universal afirmatif dan proposisi singular afirmatif serta untuk proposisi universal negatif dan proposisi singular negatif. Dengan berpijak pada hal tersebut, para ahli logika melambangkan enam macam proposisi di atas hanya dengan empat huruf saja, yaitu A, E, I, dan O. kecuali demi penggunaan praktis, proposisi singular afirmatif dilambangkan dengan “As” dan proposisi singular negatif dilambangkan dengan “Es”. Namun perlambangan yang lasim hanya empat sebagaimana dapat dilihat dalam tabel di bawah ini!

Menurut kualitas           Afirmatif          Negatif

Menurut kuantitas

Universal/singular                                                      A/                    E//

Partikular                                                                    I/                      O//


Proposisi A :
-         proposisi universal afirmatif;
contoh: – “setiap orang mengajukan keberatan”
- “Emas adalah logamn mulia”
- “Semua mahasiswa lulus ujian”

-         proposisi singular afirmatif
contoh: – “Jakarta adalah ibukota negara Indonesia”,
-  “Orang pertama yang melintasi Samudera Atlantik dengan pesawat terbang adalah Linberg”

Proposisi E:
-         proposisi universal negatif;
contoh :- “Tak seorangpun menggubris hal itu”.
- “Tidak ada sapi yang buas”.

-         proposisi singular negatif
contoh: – “Amir bukanlah anak nakal”,
- “Indonesia bukan negara agama”

proposisi I:
-         proposisi partikular afirmatif;
contoh : – “Sebagai mahasiswa mengikuti latihan karate”
- “Ada serangga yang berbahaya”,
- “Tidak semua orang tidak dapat berdansa”

proposisi O :
-         proposisi partikular negatif;
contoh : – “Sebagian orang suka lagu cengeng”,
- “Tidak semua anjing setia pada tuannya”,
- “Ada mahasiswa tidak membuat tugas logika”.


  1. 6. Pemakaian Lambang Boole dan Diagram Venn

Munculnya logika modern ditandai dengan usaha-usaha untuk menggarap logika tradisional Aristoteles dengan menggunakan lambang-lambang non-bahasa. Bersamaan dengan proposisi kategoris. Supaya kita dapat memahami sistem lambang yang diterapkan terhadap proposisi kategoris itu baiklah kalau kita membicarakan sistem lambang yang dirintis oleh George Boole. Berdasarkan sistem Boole itu kita membicarakan pengungkapan proposisi kategoris dengan diagram yang diperkenalkan oleh John Venn.
Dalam sistemnya, George Boole, seorang ahli matematika Inggris, melambangkan setiap kelas dengan huruf tertentu. Misalnya P melambangkan suatu kelas yang berfungsi sebagai term predikat dalam suatu proposisi. Kalau P diberi garis di atasnya: P, berarti negasi dari P / non-P. konsep sentral dalam sistem Boole ialah konsep “kelas kosong”,a rtinya suatu kelas yang tidak mempunyai anggota, yang dilambangkan dengan O. Dua huruf berturut-turut melambangkan suatu kelas yang memiliki ciri-ciri kedua kelas itu bersama-sama (misalnya SP adalah kelas yang memiliki ciri-ciri kelas S dan kelas P bersama-sama. Jika ditambahkan dengan penggunaan tanda-tanda = dan # proposisi A, E, I dan O dalam sistem Boole menjadi:

A   : “Semua S adalah P”
Proposisi tersebut sama artinya dengan “S yang non-P adalah kelas kosong”. Lambangnya : SP = O.
E   :  “Semua S bukan P”
Proposisi tersebut sama artinya dengan “S yang P adalah kelas kosong”. Lambangnya : SP = O.
I     :  “Sebagian S adalah P”
Proposisi tersebut sama artinya dengan “S yang P bukanlah kelas kosong melainkan beranggota. Lambangnya : SP # O.
O   :  “Sebagian S bukan P”
Proposisi tersebut sama artinya dengan “S yang non-P bukanlah kelas kosong melainkan beranggota. Lambangnya : SP # O.


Seorang ahli matematika lain, John Venn menyatakan proposisi kategoris dengan menggunakan diagram untuk menjelaskan lambang-lambang dalam sistem Boole. Kelas digambarkan sebagai lingkaran dinamakan dengan tanda/huruf tertentu untuk menyatakan kelas apakah yang dimaksud. Kalau kelas itu kosong, bagian dalam lingkaran itu disaput hitam (diarsir) ; kalau kelas itu mempunyai anggota, bagian dalam lingkaran itu diberi tanda silang (X); sedangkan kalau kelas itu tak diketahui apakah kosong atau beranggota, bagian dalam lingkaran itu tidak diberi tanda apapun.


Gambar 1:





Kelas kosong   kelas beranggota   kelas yang tidak beranggota atau kosong


Dalam sebuah proposisi kategoris terdapat dua kelas, yang saling berhubungan satu dengan yang lain atas cara tertentu. Hubungan itu digambarkan dengan dua lingkaran yang saling memotong (gambar 2). Bagian lingkaran S yang tidak masuk dalam lingkaran P menyatakan anggota-anggota kelas S yang tidak termasuk kelas P, dilambangkan dengan SP. Sedangkan anggota-anggota kelas P yang tidak termasuk kelas S dilambangkan dengan SP. Sebaliknya bagian dari lingkaran S yang sekaligus merupakan bagian dari lingkaran P dilambangkan dengan : SP . SP adalah anggota-anggota dari kelas yang memiliki sekaligus ciri S dan P.


Gambar 2:



Dengan dasar seperti itu, semua jenis proposiso A, E, T dan O dapat dengan mudah diwujudkan dalam diagram.

Proposisi A : “Semua S adalah P” atau SP = O. dalam diagram, bagian SP diarsir, yang berarti kosong (gambar 3).


Gambar 3:
Proposisi E : “Semua S bukan P” atau SP = O. Dalam diagram, bagian SP diarsir, yang berarti kosong (gambar 4).

Gambar 4:


Proposisi I : “Sebagian S adalah P” atau SP # O. Dalam diagram, bagian SP diberi tanda X, yang berarti beranggota (gambar 5).

Gambar 5:



Proposisi O : “Sebagian S bukan P” atau SP # O. Dalam diagram, bagian SP diberi tanda X, yang berarti beranggota (gambar 6).

Gambar 6:



TABEL



  1. 7. Perlawanan atau Oposisi

Di antara keempat macam proposisi kategoris, yaitu A, E, I, dan O, yang mempunyai kelas subyek dan predikat yang sama, terdapat suatu relasi satu sama lain yang cukup mendapat perhatian dari para ahli logika. Relasi yang dimaksud ialah relasi antara dua proposisi yang mempunyai kelas subyek dan predikat yang sama, tetapi berbeda dalam kuantitas dan/atas kualitasnya. Relasi yang demikian disebut relasi perlawanan atau oposisi. Berpijak pada rumusan tersebut, maka kita mengenal macam-macam perlawanan sebagai berikut:

-         perlawanan dalam hal kuantitas dan kualitas, yang biasa disebut dengan istilah kontradiktoris (pertentangan), yaitu perlawanan yang terjadi antara proposisi A-O, dan antara proposisi E-I:
-         perlawanan dalam hal kualitas, yang biasa disebut dengan istilah kontraris (kebalikan) untuk perlawanan antara proposisi A-E dan sub-kontraris (kebalikan-bawahan) untuk perlawanan antara proposisi I-O.
-         perlawanan dalam hal kuantitas, yang biasa disebut dengan istilah subaltern (ketercakupan), yaitu perlawanan yang terjadi antara proposisi A-I, dan antara proposisi E-O.

Kalau semua perlawanan di atas didiagramkan, dengan hubungan horisontal menyatakan perlawanan antara dua proposisi berdasarkan kualitas dan yang vertikal menyatakan perlawanan antar dua proposisi berdasarkan kuantitas, maka terciptalah sebuah bujur sangkar perlawanan sebagai berikut:


Diagram



b. Hukum-hukum perlawanan

HUKUM PERTAMA: Dalam perlawanan kontradiktoris, kedua proposisi yang berlawanan tidak dapat sekaligus benar dan juga tidak dapat sekaligus salah. Jadi, jika proposisi yang satu diketahui benar, proposisi yang lain pasti salah; dan sebaliknya, jika proposisi yang satu diketahui salah, proposisi yang lain pasti benar. Misalnya: kalau “Semua mahasiswa Atma Jaya pandai” diketahui benar maka lawan kontradiktorisnya “Beberapa mahasiswa Atma Jaya tidak pandai” pasti salah. Sebaliknya kalau “Beberapa mahasiswa Atma Jaya pandai” diketahui salah, maka “Semua mahasiswa Atma Jaya tidak pandai” adalah benar.

HUKUM KEDUA: Dalam perlawanan kontraris, kedua proposisi yang berlawanan tidak dapat sekaligus benar, tetapi dapat sekaligus salah. Jadi, jika proposisi yang satu diketahui benar, proposisi yang lain pasti salah, proposisi yang lain bisa benar bisa salah (tidak pasti). Misalnya: kalau “Semua mahasiswa Atma Jaya pandai”, diketahui benar, maka lawan kontrarisnya “Semua mahasiswa Atma Jaya tidak pandai” adalah salah. Sebaliknya kalau “Semua mahasiswa Atma Jaya pandai” diketahui salah, maka lawan kontrarisnya “Semua mahasiswa Atma Jaya tidak pandai dapat benar, tetapi juga dapat salah. Jadi ada kemungkinan bahwa kedua proposisi yang berelasi secara kontraris dapat sama-sama salah.
HUKUM KETIGA: Dalam perlawanan subkontraris, kedua proposisi yang berlawanan tidak dapat sekaligus salah, tetapi dapat sekaligus benar. Jadi, jika proposisi yang satu diketahui salah proposisi yang lain pasti benar; tetapi jika proposisi yang satu diketahui benar, proposisi yang  lain bisa benar bisa salah (tidak pasti). Misalnya : kalau “Beberapa mahasiswa Atma Jaya pandai diketahui salah maka lawan sub-kontrarisnya “Beberapa mahasiswa Atma Jaya tidak pandai” adalah benar. Tetapi apabila “Beberapa mahasiswa Atma Jaya pandai” adalah benar, maka lawan sub-kontrarisnya “Beberapa mahasiswa Atma Jaya tidak pandai” dapat benar tetapi dapat juga salah. Jadi ada kemungkinan keduanya dapat sama-sama benar.

HUKUM KEEMPAT: Dalam perlawanan subaltern, jika universal diketahui benar, proposisi partikular pasti benar; jika proposisi partikular diketahui salah, proposisi universal pasti salah; sebaliknya jika proposisi universal diketahui salah, proposisi partikular bisa benar bisa salah, jika proposisi partikular benar, proposisi universal bisa benar bisa salah.

Misalnya: Kalau “Semua mahasiswa Atma Jaya pandai” diketahui benar, maka “Beberapa mahasiswa Atma Jaya pandai” pasti benar. Atau kalau “Semua mahasiswa Atma Jaya tidak pandai” benar, maka “Beberapa mahasiswa Atma Jaya tidak pandai” pasti benar. Tetapi kalau proposisi “Semua mahasiswa Atma Jaya pandai” diketahui salah, maka beberapa mahasiswa Atma Jaya pandai” dapat benar atau salah. Begitu juga “Semua mahasiswa Atma Jaya tidak pandai “diketahui salah, maka “Beberapa mahasiswa AJ tidak pandai” bisa benar, bisa juga salah. Tetapi kalau “Beberapa mahasiswa AJ tidak pandai” diketahui salah maka “Semua mahasiswa AJ pandai” diketahui salah maka “Semua mahasiswa AJ pandai” atau “Semua mahasiswa AJ tidak pandai” pasti salah.

Perlu dicatat bahwa dalam logika formal, “beberapa” tidak berarti “hanya beberapa” (kecuali memang dengan tegas dimaksudkan demikian, dan kalau begitu hukum-hukum perlawanan ini tidak berlaku), tetapi berarti sekurang-kurangnya beberapa”. Begitu juga dengan kata-kata sinkategorismatis lainnya yang menunjuk pada kuantitas partikular.


Berdasarkan hukum-hukum tersebut, kita dapat menyimpulkan seperti tabel berikut ini:


Premis               kesimpulan

A benar             E salah              I benar                  O salah
E benar             A salah              I salah                   O benar
I  benar              E salah              A benar/salah      O benar/salah
O benar             A salah              I  benar /salah      O benar/salah


A salah              O benar             I salah/benar        E benar/salah
E salah              I salah                A benar/salah      O benar/salah
A salah              A salah              I benar                  O benar
O salah              A salah              I benar                  E salah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar